Kamis, 21 Juni 2012

Terpaksa aku menikahinya

Hari berikutnya aku mencoba mendatangi sebuah tempat yang dulu biasa aku jadikan tempat nongkrong bersama teman-temanku. Dan kebetulan aku bertemu dengan Dila mantan pacarku, Andra dan Tomi teman karibku waktu SMA.

Rasanya seperti kembali ke 6 tahun yang lalu, kami seakan kembali ke masa-masa SMA terutama karena keberadaan Dila mantan pacarku itu. Dia sekarang semakin cantik dan lebih menarik. Aku jadi teringat waktu dulu kami masih pacaran. Lalu Citra datang dan membuyarkan lamunanku.

Lama tak berjumpa dengan mereka ternyata banyak hal yang berubah. Gaya pakaian, gaya bicara, semuanya berubah. Termasuk no HP yang kami punya. Kami pun mulai bertukar no HP, dan aku mendapatkan apa yang aku inginkan yaitu no HP Dila. Mungkin ini saatnya merajut kisah lama untuk bersemi kembali. Why not guys ??
 
Setelah pertemuan hari itu aku pun mulai intensif berkomunikasi dengan Dila. Kami sering kumpul bareng dengan teman-teman kami ditempat nongkrong biasa. Dan kadang aku juga mengajaknya untuk pergi berdua sekedar untuk dinner atau ke taman hiburan.

Sudah 3 bulan aku dekat kembali dengan Dila, terhitung sejak aku kembali dari Amerika. Dan rencananya aku akan meyatakan cinta kepadanya. Aku pun mulai mencari-cari ide seunik mungkin untuk acara penembakan itu agar Dila mau menerima cintaku kembali. Namun ketika sudah ku dapat rencana itu, ayahku datang dengan membawa kabar yang membuatku syok.

Ayah : “Faqih, kesini sebentar ayah ingin bicara”
Aku : “ada apa pah, Faqih udah ada janji sama temen. Faqih buru-buru nie pah, besok saja bicaranya”
Ayah : “Ngga, Cuma sebentar saja, papah ngga mau nunda-nunda omongan ini”
Aku : (dengan muka yang ditekuk aku menghampiri ayahku) “ada apa sih pah”
Ayah : “kamu masih inget Shinta kan ? guru private adik-adik kamu itu”
Aku : “shinta ? ohh dia, iyaa Faqih inget, memang kenapa sama dia pah”
Ayah : “papah dan mamah mau menjodohkan kamu sama dia. Papah mau menikahkan kamu dengan gadis itu, kamu...”
Belum selesai ayahku berbicara namun aku sudah memotong pembicaraannya.
Aku : “apa ?! ngga, Faqih ngga mau. Faqih ini laki-laki pah, Faqih bisa cari calon intri sendiri, ngga perlu dijodoh-jodohin. Faqih udah punya calon pah”

Dan percakapan itu pun terus berlanjut. Tidak ada yang mau mengalah diantara kami. Dan aku pun berlalu meninggalkan ayahku dengan muka yang sangat marah dan emosi yang meledup-ledup.

Aku pergi membawa mobil. Didalam mobil aku terpikir sesuatu. “jadi ini maksud papah mengajak gadis itu untuk menjemputku dibandara dan memperkenalkannya kepadaku. Gadis itu, bukan gadis seperti dia yang ingin aku jadikan istri”.

Beberapa hari setelah percakapan itu, aku terus bersitegang dengan kedua orangtuaku terutama ayah. Bahkan sempat aku pergi meninggalkan rumah untuk beberapa hari. Tapi itu tetap tidak menggoyahkan niat ayahku untuk perjodohan ini.

Suatu hari aku bertemu dengan Shinta gadis yang ingin dijodohkan denganku. Dia memberiku sebuah senyuman namun aku membalasnya dengan sikap angkuh dan ketus. “biar tau diri tuh cwe” itulah kata yang ada diotakku saat itu.

                                                           **************************
Keesokkan harinya, ayahku membahas tentang perjodohan itu lagi dimeja makan. Seketika nafsu makanku hilang. Mendengar nama gadis itu disebutpun aku sudah muak rasanya. Dan aku berlalu menuju kamar.
Ibu menyusulku ke kamar. Sama seperti ayah, ibu mencoba menjelaskan maksud perjodohan ini dan ibu terus membujuk aku agar mau melaksanakannya. Ibu menawarkan aku untuk mengenal gadis itu lebih dalam terlebih dahulu. Katanya nanti malam ibu mengundangnya untuk makan malam bersama. Dan aku harus merelakan diriku untuk menemani gadis itu berbincang-bincang. karena tak tega terus menerus melihat ibuku memohon agar aku mau melakukan itu akhirnya aku mengatakan “iyaa”.

Seperti rencana orangtuaku, selepas makan malam aku menemaninya berbincang-bincang diruang tamu. Sekilas apa yang diceritakan orangtuaku tentang gadis itu memang benar, dia memang gadis, tidak neko-neko dan juga cerdas. Terlebih dia juga sangat dekat dan akrab dengan kedua adikku. Sejenak aku mulai terlena oleh pesonanya dan lupa tentang Dila serta niatku untuk kembali padanya. Hingga bibi (pembantuku) datang membawa kudapan ringan dan menyadarkanku.

Setelah acara malam itu selesai, orangtuaku menghampiriku yang sedang terduduk ditaman belakang. Ibuku bertanya tentang perbincangan yang terjadi antara aku dan Shinta, dan ayahku tetap mempertanyakan hal yang sama yaitu tentang perjodohan. aku hanya menjawab “kasih aku waktu buat berpikir pah, mah. Ini ngga semudah yang papah mamah bayangin”. Mereka menyetujui permintaanku itu.

Dua hari kemudian, setelah makan malam ayahku mengajakku untuk berbicara dari hati ke hati. kali ini ayah tidak langsung berbicara tentang perjodohanku tapi ayah mengutarakan beberapa harapan yang ia punya tentang aku putra laki-lakinya. Panjang lebar ayah jelaskan semuanya, hingga rasanya egoisme yang aku punya mulai luntur. Aku masih mengharapkan Dila, namun apakah pantas aku sebagai anak yang hampir semua yang aku inginkan selalu ia berikan tidak mau mewujudkan harapan-harapan ayahku sendiri ?. dan entah apa yang merasuki alam bawah sadarku sehingga aku akhirnya berkata “ pah, aku akan melaksanakannya, aku akan menikahi Shinta”. Ayahku menatapku dengan sangat dalam lalu memelukkudan berkata “terimakasih nak, papah tau kamu pasti akan menyukai gadis itu dan bilang iya”.

Selang sebulan kemudian aku pun melamar Shinta dan menikahinya. Tetap dengan setengah hatiku merasa terpaksa, karena aku tidak mencintainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar